Selasa, 02 Maret 2010

Etika dan Tanggung Jawab

Etik atau ethics berasal dari bahasa Yunani yaitu “etos” yg berarti adat, kebiasaan, perilaku atau karakter.
Etika : ilmu tentang kesusilaan yg menentukan bagaimana sepatutnya manusia hidup didalam masyarakat yang menyangkut aturan-aturan atau prinsip-prinsip yang menentukan tingkah laku yg benar, yaitu :
- Baik & buruk
- Kewajiban & tanggungjawab
A. Teori Etika
a. Utilitarisme
Utulitarisme berasal dari kata Latin “utilis”, yang berarti “bermanfaat”. Menurut teori ini suatu perbuatan adalah baik jika membawa manfaat. Maksudnya bukan hanya manfaat personal, melainkan juga manfaat bagi masyarakat secara keseluruhan. Jadi dalam utulitarisme kriteria untuk menentukan baik atau buruknya suatu tindakan. Dengan demikian kualitas moral dalam utulitarisme tergantung pada konsekuensi atau akibat yang dibawa oleh tindakan itu. Jika perbuatan mengakibatkan manfaat paling besar, artinya paling memajukan kesejahteraan, kemakmuran, kebahagiaan, dan semacamnya, maka perbuatan itu adalah baik.
b. Deontologi
Jika utilitarisme meletakkan moralitas atau kualitas etis pada konsekuensi, maka deontologi melepaskan sama sekali moralitas dari konsekuensi perbuatan. Deontologi berasal dari kata Yunani “deon” yang berarti kewajiban. Dalam deontologi, yang menjadi dasar bagi baik atau buruknya tindakan adalah kewajiban. Perbuatan itu baik karena merupakan kewajiban manusia. Perbuatan tidak pernah menjadi baik karena hasilnya baik, melainkan hanya karena wajib dilakukan.

B. Teori Hak.
Teori hak sebenarnya merupakan suatu aspek dari teori deontologi, karena hak berkaitan langsung dengan kewajiban. Hak manusia didasarkan pada martabat manusia. Teori hak memproklamirkan bahwa manusia merupakan tujuan pada dirinya sendiri. Karena itu manusia harus selalu dihormati sebagai suatu tujuan di dalam dirinya sendiri dan tidak pernah boleh diperlakukan semata-mata sebagai sarana demi tercapainya suatu tujuan lain. Ini berarti suatu perbuatan adalah baik jika sesuai dengan hak manusia.
C. Teori keutamaan.
Dalam teori-teori di atas, baik atau buruknya perilaku manusia diletakkan pada prinsip atau norma. Kalau sesuai dengan norma, maka suatu perbuatan adalah baik. Sebaliknya kalau tidak sesuai dengan norma, maka perbuatan adalah buruk. Teori keutamaan tidak menyoroti perbuatan dari perspektif perbuatan, melainkan memfokuskan diri pada seluruh manusia sebagai pelaku moral. Dalam teori keutamaan, tidak ditanyakan: “what should he/she do?”, melainkan “what kind of person should he/she be?” Dengan demikian dalam teori keutamaan tidak dipersoalkan: apakah suatu perbuatan tertentu adil, jujur, murah hati, melainkan teori keutamaan mempersoalkan: apakah orang itu bersikap adil, jujur, mural hati, dan semacamnya. Inilah keutamaan. Dan keutamaan yang dimaksudkan oleh teori keutaman bukan hanya keutamaan dalam kaitannya dengan pribadi, melainkan juga keutamaan komuniter. Aristoteles mengartikan mansusia sebagai makluk politik, dalam arti: manusia tidak bisa dilepaskan dari polis atau komunitasnya.
“Baik” menurut George Edward Moore
Dalam bukunya “principe eticha” Moore mempertanyakan apa itu “baik”? menurut Moore, kalau pertanyaan paling mendasar itu tidak dijawab, bagaimana kita dapat membuktikan bahwa sesuatu itu baik? “Menolong orang yang sedang kesusahan adalah perbuatan baik”? ataukah “baik” sama dengan kesenangan/kenikmatan (Hedonisme), ataukah “baik” adalah apa yang diinginkan orang lain (etika psikologis), ataukah “baik” adalah kehendak Allah (etika teonom), lalu apakah “baik” dalam arti sebenarnya?
Menurut Moore “baik” mirip dengan dengan “kuning”. Ada banyak jenis benda berwarna kuning, tetapi kalau pun kita menganalisa semua benda kuning yang ada, kita tetap tidak akan mengetahui apa itu “kuning”, kecuali kita sudah mengetahui sebelumnya. Kuning adalah sifat yang primer, yang tidak terdiri atas bagian-bagian lagi dan oleh karena itu juga tidak dapat dianalisa, dan apa yang tidak dapat dianalisa juga tidak dapat diberi definisi. Bahkan kalau kita mengetahui struktur atomar yang selalu ditemukan di mana kita melihat warna kuning, kita tetap tidak dapat tahu apa yang dimaksud kalau orang mengatakan, bahwa ia melihat sesuatu yang kuning. Menangkap warna kuning merupakan salah satu fakta dasar kesadaran dan tidaklah mungkin untuk mendeduksikan warna kuning dari suatu data yang lebih dasar lagi.
Begitu pula halnya “baik”. Menurut Moore “baik” merupakan data dasar yang tidak dapat direduksikan kepada sesuatu yang lebih mendasar lagi. “baik” pun merupakan sifat primer, tidak terdiri atas bagian-bagian lagi, dan karena itu tidak dapat dianalisa. Kalau pun kita memeriksa dengan teliti apa yg dimiliki bersama oleh segala benda, tindakan dan pengertian yang baik, kita tetap tidak akan mengetahui apa yang dimaksud dengan “baik”. Maksud inti dari Moore sangat sederhana, kata “baik” tidak dapat di definisikan!
“Tanggung Jawab” menurut Emmanuel Levinas
“Ketika orang lain meminta kebebasan untuk menerima tanggung jawabnya, dia menetapkan kebebasan dan membenarkan hal itu.” (Emmanuel Lévinas, Totalität und Unendlichkeit , Freiburg 1961, p. 282.)
Emmanuel Levinas menunjukan bahwa pengalaman dasar manusia adalah pertemuan dengan orang lain. Dalam pertemuan itu kita sadar bahwa kita langsung bertanggungjawab total atas keselamatannya. Langsung dalam arti bahwa tanggungjawab itu membenani kita mendahului komunikasi eksplisit kita dengan orang itu. Pengalaman dasar itu bersifat etis. Menurut Levinas moralitas adalah pengalaman paling dasar manusia. Levinas selanjutnya menunjukan bahwa dalam pengalaman dasar itu, pengalaman tanggungjawab mutlak saya terhadap orang yang bertemu dengan saya, sinar kesucian yang ilahi ikut terlihat. Disitu levinas, dalam analisa aksistensial fenomologis yang paling mendasar, menunjukan bahwa pengalaman yang mendasar itu sekaligus merupakan kesadaran akan adanya Yang Ilahi di belakangnya.
NB: Artikel ini diambil dari berbagai sumber.

Tidak ada komentar: