Jumat, 12 Maret 2010

Pak Harto, Orde Baru, dan Supersemar

Entah sudah berapa banyak media yang menuliskan tentang kondisi Pak Harto saat ini, dan mengaitkannya dengan berbagai hal. Ada yang memihak, melawan, cover both sides, dan ada yang main aman berdiri di tengah.
Saya tidak ingin membahas kondisi Pak Harto saat ini, lagipula televisi sudah menyiarkannya setiap waktu, lengkap dari berbagai sisi yang coba dikupas, dan terus di-update lebih dari laporan perkembangan pasar modal atau nilai tukar Rupiah terhadap Dollar. RSPP, Cendana, Kalitan Solo, hingga Astana Giri Bangun terus dipantau oleh jurnalis, mereka tak ingin kehilangan moment, begitu juga khalayak.
Melalui tulisan ini saya mencoba membuka kembali memori kita tentang catatan sejarah Indonesia yang pernah kita dapatkan dari buku SD. Lebih tepatnya saya ingin menggiring anda pada satu ‘perkamen' bernama Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret). Kenapa? Karena dengan adanya Supersemar, situasi politik di Indonesia mengalami perubahan, kekuasaan Bung Karno meredup, dan kekuasaan Jenderal Suharto meningkat. Supersemar dianggap sebagai penyerahan dan perpindahan kekuasaan. Supersemar adalah monumen awal duduknya Jenderal Suharto di kursi kepresidenan, lalu menjadi seorang pemimpin dan penguasa yang cenderung Machiavelli minded -mungkin Pak Harto juga sudah membaca Il Principe yang legendaris itu.

Jika Supersemar memang begitu monumental, di mana keberadaannya sekarang? Jenderal M. Jusuf mengaku memiliki salah satu salinan Supersemar, namun hingga saat meninggalnya, ia tidak mau menunjukkan salinan tersebut kepada publik.
Supersemar memang ditujukan kepada Jenderal Suharto (yang pada saat itu selaku Panglima Angkatan Darat), jadi seharusnya dia mengetahui makna dan keberadaan Supersemar. Lalu kenapa kita tidak bertanya saja kepadanya? Bukankah sungkan bertanya bisa tersesat di tikungan? Padahal ada kejutan di balik tikungan.
Saya sudah mencoba melakukan googling, beberapa artikel saya dapatkan dari berbagai sumber. Artikel-artikel tersebut banyak mengungkapkan kontroversi seputar Supersemar. Hal ini membuat saya makin bingung. Setiap ada kesaksian baru, dibantah dengan kesaksian lain. Saking misteriusnya Supersemar, sehingga membuat surat itu menjadi semacam mitos, mana yang fakta, mana yang kibul, keduanya berbaur dan sama-sama kabur.
Untuk mengetahui beberapa kontroversinya, silakan baca di wikipedia: Beberapa kontroversi tentang Supersemar
Ada sebuah clue lain tentang Supersemar ini, clue itu ada dalam rekaman Pidato Kenegaraan Bung Karno pada Peringatan Kemerdekaan RI 17 Agustus tahun 1966, kabarnya rekaman ini ditemukan oleh Roy Suryo, berikut ini adalah kutipan dari pidato Bung Karno tersebut:
"Surat Perintah Sebelas Maret itu mula-mula dan memang sejurus waktu, membuat mereka bertampik sorak-sorai kesenangan. Dikiranya SP Sebelas Maret adalah satu penyerahan pemerintahan, dikiranya SP Sebelas Maret itu satu Transfer of Authentic, of Authority, padahal TIDAK. SP Sebelas Maret adalah suatu perintah pengaman, perintah pengamanan jalannya pemerintahan. Demikian kataku waktu melantik kabinet. Kecuali itu, juga perintah pengaman keselamatan pribadi Presiden, perintah pengaman wibawa Presiden, perintah pengamanan ajaran Presiden, perintah pengaman beberapa hal..."
Jika temuan Roy Suryo itu benar-benar otentik dan bisa dipertanggungjawabkan sebagai fakta sejarah, maka seharusnya bisa digunakan untuk ‘sedikit' membuka selubung misteri seputar Supersemar. Sekaligus, ‘sedikit' meluruskan catatan sejarah yang melenceng.
Banyak catatan sejarah bangsa ini yang dibelokkan dan tidak lagi jujur, masyarakat sudah kadung menganggapnya sebagai suatu kebenaran, generasi pasca revolusi adalah generasi yang tumbuh tanpa landasan sejarah pasti. Generasi itu adalah generasi yang meraba-raba mencari kebenaran di tengah kegelapan dan centang-perenang sejarah bangsanya sendiri. Saat kaum nasionalis konservatif sudah mulai menghilang satu per satu, entah bangsa Indonesia akan jadi seperti apa. *sigh...

Tidak ada komentar: